...

Perempuan Memimpin Proyek Mitigasi Bencana di Era Majapahit

30 03 2023 Sejarah Yayasan Skala Indonesia 0 Likes Bagikan :

Sesuatu yang tidak diduga seolah muncul kembali ke permukaan, inilah yang dialami oleh sepuluh pemuda yang tergabung dalam ekspedisi JawaDwipa. Ekspedisi JawaDwipa merupakan perjalanan menyusuri jejak bencana di Pulau Jawa yang berfokus pada wilayah Jawa Timur, program ini diinisiasi oleh Yayasan Skala Indonesia yang didukung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah Australia melalui program Siap Siaga. Dalam perjalanan menyusuri jejak bencana, kami menemukan kisah seorang perempuan yang berjasa besar dalam bidang mitigasi bencana di masa klasik. Kisah ini ditemukan pada perjalanan menyusuri jejak bencana di wilayah Kabupaten Blitar, tepatnya di Desa Sawentar.

Desa Sawentar adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Di desa ini berdiri megah peninggalan masa klasik berupa candi yang diberi nama Candi Sawentar. Candi ini mempunyai dua komplek candi, yaitu Candi Sawentar I dan Candi Sawentar II. Candi Sawentar I pertama kali ditemukan pada tahun 1915 oleh Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala) Hindia Belanda. Sedangkan untuk Candi Sawentar II ditemukan pada tahun 1999 oleh Sugeng Ahmadi ketika menggali sumur dan diekskavasi oleh BPCB Trowulan dibantu oleh Balai Arkeologi Yogyakarta (kemdikbud.go.id, 2021).

Gambar 1. Candi Sawentar I yang letaknya berada di bawah lapisan tanah saat ini

Walaupun terdapat perbedaan di kalangan ahli epigrafi terkait pembacaan aksara yang terdapat pada pintu semu, akan tetapi perbedaan tersebut tetap menunjukan bahwasannya Candi Sawentar berasal di zaman pemerintahan ratu Suhita era Majapahit. Sebagai contoh menurut Richardiana Kartakusuma berpendapat bahwa angka tahun yang terdapat pada pintu tersebut dibaca 1357S (1435 M). Sedangkan menurut pembacaan Tjahjono Prasodjo, yang terbaca angka tahun 1369 (1447 M). Berbeda dengan pembacaan Djoko Dwiyanto, menurut beliau angka yang terdapat pada pintu semu Candi Sawentar berangka tahun tersebut 1358 (1436 M). Kita bisa lihat setidaknya terdapat dua angka tahun yang sangat berdekatan, maka dari itu kesimpulan sementara para ahli adalah Candi Sawentar berasal pada tahun 1357 atau 1358 (1435/ 1436 M), di saat pemerintahan era ratu Suhita kerajaan Majapahit (Daru, 1999).

Gambar 2. Candi Sawentar II yang berada sekitar satu meter di bawah tanah

Menurut Baskoro Daru Tjahjono, Selain menjadi tempat peribadatan, Candi Sawentar II dibangun untuk memperingati memperingati peristiwa Paregreg yang telah terjadi 40 tahun lalu sebelum bangunan itu didirikan. Hal tersebut dilihat dari pahatan relief Sengkalan Nagaraja Anahut Surya, Naga mempunyai nilai 8, raja mempunyai nilai l, anahut mempunyai nilai 3, dan surya mempunyai nilai 1 yang jika digabungkan menjadi 1318 Saka (1396 M). Pada tahun itu, kerajaan Majapahit masih diperintah oleh Wikramawarddhana ayah Suhita, Wikramawarddhana sendiri adalah keponakan dan menantu Hayam Wuruk. Dia naik tahta karena menikahi Kusumawarddhani, anak dari Hayam Wuruk dari Parameswari. Melihat hal tersebut, sebenarnya Kusumawarddhani yang berhak memegang tahta kerajaan Majapahit dikarenakan ia adalah seorang putri mahkota. Berdasarkan hal ini, Baskoro Daru Tjahjono menafsirkan bahwasannya sengkalan Nagaraja Anahut Surya di Candi Sawentar II adalah menggambarkan suatu peristiwa perebutan tahta di kerajaan Majapahit (Daru, 1999).

Keunikan dari Candi Sawentar, yaitu terdapat pada pagar yang dibangun untuk menjadi batas candi, tetapi juga sebagai mitigasi banjir dari sungai kuno. Bukti adanya mitigasi banjir yaitu dibangunnya struktur pagar yang kokoh, dengan dibuatnya dari dua lapis bata yang dijajar sehingga tebal dinding sekitar 40 cm. Sedangkan pilarnya juga besar berbentuk empat persegi panjang dengan tebal 70 cm dan panjang l00 cm. Selain itu bagian bawah pagar tertanam sepanjang 30 cm, dan terdapat tatanan border sebagai penguat. Selain itu Bangunan situs Sawentar sendiri menurut para ahli terpendam tanah akibat endapan lava sedalam lebih kurang dua meter (Daru, 1999). Endapan lava tersebut sendiri berasal dari Gunung Kelud yang berada di Kabupaten Kediri (kemdikbud.go.id, 2021).

Candi Sawentar didirikan pada zaman pemerintahan ratu Suhita. Pada saat itu, seorang pemimpin perempuan sudah dapat melakukan mitigasi bencana banjir. Mitigasi tersebut diimplementasikan melalui pembangunan pagar yang kokoh, untuk menghalangi air supaya tidak memasuki pelataran candi. Ratu Suhita merupakan contoh bagaimana perempuan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan di era Majapahit. 

Menurut Baskoro Daru Tjahjono dalam tulisannya yang berjudul “Paregreg Dalam Sebuah Monumen” Ratu Suhita memimpin kerajaan Majapahit dari tahun 1429-1447 M (Tjahyono, 1999). Ratu Suhita memimpin kerajaan Majapahit setelah Wikramawardhana ayahnya memegang tahta. Wikramawarddhana merupakan menantu dari Hayam Wuruk, yang menikah dengan puteri mahkota bernama Kusumawarddhani (Munandar, 2015). 

Kenaikan ratu Suhita merupakan simbol persatuan bagi Majapahit, dikarenakan Ayah dari ratu Suhita berkonflik dengan saudaranya yang bernama Bhere Wirabhumi yang merupakan kerabat raja Hayam Wuruk (Soeroso, 1985). Pada masa ratu Suhita banyak pembangunan candi yang bergaya punden berundak, yang dimana punden berundak merupakan bangunan asli Jawa pada masa megalitik.  Selain itu kepemimpinan ratu Suhita memiliki wibawa yang sangat kuat di masa pemerintahannya. Hal tersebut terbukti bahwasanya selama ratu Suhita memimpin tidak ada perang saudara yang timbul. Selain itu dalam rentang 18 tahun ratu Suhita berhasil mengembalikan keamanan dan ketentraman Majapahit sampai akhir kepemimpinannya 1447 M (Munandar, 2015). 

Candi Sawentar yang didirikan pada zaman pemerintahan ratu Suhita menjadi saksi bahwa pemimpin perempuan pada saat itu sudah melakukan mitigasi bencana banjir. Mitigasi tersebut diimplementasikan melalui pembangunan pagar yang kokoh, untuk menghalangi air supaya tidak memasuki pelataran candi. Sosok Ratu Suhita menjadi wujud representasi bahwa perempuan mempunyai peran penting dalam memanajemen konflik dan juga upaya pengurangan risiko bencana pada masa Majapahit.(Tim Ekspedisi JawaDwipa)

Comment (0)