Jejak Bencana dalam Beberapa Artefaktual di Malang
Pesona wilayah Malang tak terhalang meskipun hujan deras datang pada hari kelima Ekspedisi JawaDwipa berlangsung. Sabtu, 19 November 2022, Tim Ekspedisi JawaDwipa (EJD) yang merupakan kerjasama BNPB, Skala dengan dukungan Siapsiaga melanjutkan perjalanan menyusuri jejak sejarah bencana di wilayah ini. Malang memang cocok sekali dijadikan sebagai destinasi wisata, alamnya yang indah, kulinernya yang nikmat serta udaranya yang sejuk. Selain menjadi destinasi wisata, Malang juga bisa menjadi salah satu tempat untuk belajar mengenai sejarah, salah satunya adalah sejarah yang berkaitan dengan peristiwa bencana.
Kunjungan ke Malang membawa tim bertemu dengan Rakai Hino Galeswangi, Dosen Sejarah IAI Dalwa. Rakai memandu Tim EJD menelisik lebih lanjut tinggalan sejarah yang diperkirakan berhubungan erat dengan bencana.
Kami mengunjungi Situs Watu Gong, situs ini berisi umpak batu yang berbentuk seperti kenong, sebuah alat musik Jawa. Watu Gong adalah salah satu bentuk mitigasi bencana pada zaman megalitik, namun watu gong yang ada di situs ini diperkirakan dibuat ketika zaman klasik. Pembuatan batu ini terbuat dari batu andesit yang dipahat dengan logam. Ukuran umpak batu ini juga bervariasi, namun karena ukuran batu yang relatif lebih besar dibandingkan dengan umpak batu yang sering ditemukan, dan juga pahatannya yang halus maka diperkirakan dahulu bangunan yang berdiri di atasnya adalah rumah bangsawan. Umpak dapat berfungsi sebagai penyangga bangunan yang berada di atas tanah maupun penyangga tiang bangunan yang berpijak pada tanah. Pondasi berupa umpak batu ini merupakan salah satu hasil dari adaptasi masyarakat pada zaman dahulu untuk menghadapi gempa bumi.
Gerimis kecil menyertai perjalanan tim menuju Candi Badut. Candi Badut terletak di Dusun Karang Besuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Candi ini ditemukan oleh pakar arkeologi pada tahun 1923. Candi Badut sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional dengan nomor penetapan SK Menteri No 203/M/2016. Candi yang diperkirakan rusak akibat terjadinya gempa bumi atau gunung meletus. Dikatakan demikian, sebab masih ditemukan Lingga dan Yoni yang masih utuh di dalam candi. Lingga dan Yoni adalah perlambangan Adam dan Hawa. Lingga dan Yoni adalah bagian yang paling sakral dalam bangunan candi. Kerusakan bangunan candi yang menyisakan Lingga dan Yoni tidak akan mungkin terjadi bila peperangan dilakukan, sebab jika memang terjadi perang maka Lingga akan selalu dihancurkan terlebih dahulu.
Dari Candi Badut, kami bergeser ke Candi Jago. Candi Jago terletak di Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Dalam kitab Pararaton dan Negarakertagama candi Jago disebut dengan ‘Jajaghu’ yang berarti ‘keagungan’ yang merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci. Di candi ini, begitu banyak relief yang menceritakan kisah-kisah terdahulu serta bencana yang terjadi di masa lampau. Di antaranya kisah Pandawa Lima. Rakai banyak menceritakan relief yang terpahat di sekeliling candi. Ia mengatakan bahwa terdapat cerita perjalanan Sang Arjuna melewati berbagai badai, hujan, serta gelombang yang sangat tinggi, dan terdapat pula relief air laut naik. Relief ini seolah menandakan bahwa terjadinya retro atau pengulangan bencana yang terjadi di masa lampau.
Tak terasa matahari sudah mulai berpindah ke sisi barat, tak mau menyayangkan waktu yang ada membuat tim langsung beralih menuju Candi Singosari. Candi Singosari adalah salah satu candi peninggalan kerajaan Singosari. Candi Singosari terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Candi ini ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional dengan nomor penetapan SK Menteri No 205/M/2016. Di Candi ini tim EJD menyaksikan bekas peperangan yang terlihat dari Lingga dan Yoni yang tidak utuh lagi. Diperkirakan bangunan Candi Singosari ini diserang oleh musuh. Bahkan beberapa bangunan candi juga belum selesai dibangun dengan sempurna. Hal ini terlihat dari bangunan candi paling atas yang sudah terukir dengan indah dan detail sementara bagian bawah masih polos, belum ada ukiran detail.
Tim EJD mendapat pesan yang mendalam di Malang, bahwasannya jejak bencana dapat banyak ditemukan di berbagai macam peninggalan artefaktual masa lalu. Hal ini dapat dijadikan pembelajaran bahwa bencana dapat meluluhlantakkan peradaban dan bencana geologi bisa mengalami keberulangan meskipun dalam waktu yang panjang. Pengalaman masa lalu dapat menjadi pembelajaran untuk masa depan. (Tim Ekspedisi JawaDwipa)
Sumber : Disasterchannel.co