HIKAYAT GEMPA: LITERASI BENCANA DI MASYARAKAT ACEH

Bencana alam dan bencana sosial sering terjadi di Nusantara, terutama di Aceh. Terakhir bencana alam gempa dan tsunami paling dahsyat terjadi tahun 2004 yang berdampak secara luas. Pada saat itu, sejarah literasi kebencanaan belum terbangun secara utuh di masyarakat diakibatkan bencana sosial, seperti perang kolonial penjajah, perang saudara dan konflik berkepanjangan, yang mengakibatkan putusnya transformasi ilmu pengetahuan dan adat-budaya lokal, seperti seni tutur lisan berhikayat dan tradisi tulis. Sebagian kecil bencana-bencana tersebut termaktub dalam manuskrip-manuskrip lama, dalam beragam bentuk dan perspektif. Selain catatan kuno, kisah bencana juga ditutur dalam bentuk hikayat yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat Aceh. Penelitian ini menggunakan metode filologi dengan pendekatan intertekstual terhadap sumber-sumber yang tersaji pada masa lalu. Tujuan penelitian ini untuk melihat catatan bencana alam, khususnya gempa dan dampak yang ditimbulkannya serta mitigasi masyarakat. Bencana alam gempa bumi menjadi salah satu bencana yang sering terjadi dan berdampak luas kepada masyarakat setempat. Peristiwa alam yang terjadi sering disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi, tradisi tutur menjadi salah satu media pembelajaran dan transfer knowledge dan kiat-kiat penanggulangan bencana, misalnya hikayat smong ataupun ie beuna. Seiring perkembangan pengetahuan dan zaman, peristiwa penting seperti bencana gempa bumi dicatat dalam banyak media dengan variasi dan interpretasi yang beragam. Banyaknya salinan manuskrip Hikayat Tabir Gempa yang disalin menunjukkan memori kolektif masyarakat terhadap bencana tersebut sangat luas. Salinan asal naskah ditemukan juga di Sumatera Barat dan di Jawa, dan paling banyak di Aceh. Sumber-sumber Eropa juga merekam beberapa kali catatan gempa di Aceh dalam bentuk syair dan laporan narasi. Tradisi hikayat (seni tutur lisan) yang masih mengental di fase awal kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu media edukasi dan informasi masyarakat tempo dulu. Salah satu naskah penting yang ditulis oleh Syeh Rih Krueng Raya dalam bentuk syair Hikayat Geumpa di Aceh pada tahun 1964. Tradisi lisan dalam bentuk hikayat dan catatan-catatan tulisan dalam menarasikan edukasi bencana alam kepada generasi selanjutnya dengan muatan-muatan lokal menjadi penting untuk edukasi kepada masyarakat tentang sejarah kebencanaan gempa dan mitigasinya. Kata kunci : manuskrip, hikayat, gempa, Aceh, bencana English version Natural and social disasters occur frequently in Nusantara, including Aceh. The latest, most hard-striking natural disaster was the broadly affecting earthquake followed by tsunami in 2004. The natural disaster hit Aceh when the people's disaster literacy was fairly slim due to social disasters, e.g., colonisation, wars between blood groups, and prolonged conflicts that disrupted the dissemination of local cultural knowledge in the forms of oral performance of hikayat and writing tradition. Some natural disasters happening in past are already recorded in Acehnese ancient manuscripts, articulated in various literary genres and perspectives. Aside from being written, the historical accounts of the natural disasters were, and still are, orally transmitted through hikayat recitation from one generation to the next. This study approaches the available texts philologically by using intertextual analysis. It discusses written records on earthquakes, their impacts, as well as people's mitigation. The earthquake frequent occurrence with massive impact prompts the society to warn about its enormity by quickly using spoken expressions passed between generations. Oral tradition serves as one of the education media for transferring knowledge of disaster anticipation strategies. Among the oral traditions in this respect is smong or ie beuna. In due course, urgent information on earthquakes is circulated via various media with diverse interpretations. Some copies of Hikayat Tabir Gempa confirm the widely spread collective memory about the disaster. Archetypes of the hikayat text are found in West Sumatra and Java, and most predominantly in Aceh. Other accounts of earthquakes expressed in syair and narrative forms are kept in Europe. Hikayat performance still became means of education and information dissemination some years after the Indonesian independence proclamation; worth mentioning here is an earthquake text entitled Hikayat Geumpa di Aceh composed by Syeh Rih Krueng Raya in 1964. Hikayat recitation and written records containing information about the natural disaster are highly worth including in education to sensitise the society to the natural disasters' history and mitigation. Key words: hikayat, earthquake, manuscript, Aceh, disaster

Bagikan :

Jurnal Info

Jurnal Info
LoremIpsum

Tanggal Publikasi
17 August 2021