Tidak Banyak Yang Tahu Gempa Liwa 1933 dan 1994
Peristiwa gempa Liwa, Lampung barat pada tahun 1933 dan 1994 mulai dilupakan oleh perkembangan ekonomi dan pembangunan yang cukup pesat. Tidak banyak yang tahu dua tragedi yang meluluh-lantahkan hampir satu kabupaten ini. Pada 24 Juni 1933 terjadi gempa berkekuatan sekitar 7,5 SR yang berpengaruh dari Utara Lembah Suoh sampai ke perbatasan Bengkulu sepanjang kurang lebih 100 km. Tidak banyak yang tahu kejadian gempa 1933 ini karena memang keadaan Indonesia belum merdeka seperti sekarang. Tidak ada Badan Geologi, Peneliti maupun pemerintahan yang sah. Namun berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan peneliti Belanda menyebutkan, Suoh merupakan yang terparah terdampak gempa 1933. Suoh merupakan salah satu kecamatan terletak sekitar 26 km dari Liwa, kawasan itu tak gampang diakses, bahkan sampai sekarang.
Gempabumi Liwa kembali terjadi pada 15 Februari 1994 dengan kekuatan 7,2 SR yang mengakibatkan kerusakan parah di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dengan pusat gempa di Sesar Semangko, Samudera Hindia. Gempa kali mengakibatkan 207 meninggal tertimpa reruntuhan bangunan, 2.000 orang lebih terluka, dan 75.000 orang kehilangan tempat tinggal. Sedikitnya 6.000 rumah, pertokoan, dan bangunan pemerintahan hancur rata dengan tanah. Bahkan gempa juga membuat lereng-lereng di Liwa longsor dan menutup akses jalan sehingga evakuasi dan bantuan terhambat.
Pusat Gempa
Gempa Liwa berpusat di Patahan atau Sesar Semangko. Sesar Semangko merupakan bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatra dari utara hingga selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Sesar Semangko membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau Sumatera. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi. Sementara Liwa, Ibukota Lampung berada di garis sesar sumatera yang aktif tersebut. Jadi sangat wajar kejadian gempa tahun 1933 dan 1933 meratakan bangunan daerah tersebut.
Kondisi saat ini
Peristiwa gempa besar dan ketakutan akan terjadi lagi, membuat Pemerintah setempat menghimbau masyarakat membuat bangunan untuk tempat tinggal dengan model bangunan. Sampai saat ini, masyarakat lampung barat umumnya membuat rumah panggung dari kayu, mushola, bahkan seperti sampai kantor desa menggunakan kerangka kayu. Seiring perkembangan zaman, mulai tumbuh rumah rumah permanen yang sudah dirancang anti gempa, bahkan untuk di pusat kota sudah banyak menggunakan bangunan permanen.
Tidak berhenti disitu, seolah oleh masyarakat sudah lupa akan kejadian tersebut karena perkembangan pembangunan ekonomi. Liwa kini sudah tumbuh menjadi layaknya daerah lampung lain. Sudah banyak pendatang yang menetap didaerah liwa dan sekitarnya, terutama para pendidik dan tenaga perkebunan. Wisatapun mulai dibangunan untuk menarik para pendatang, sebut saja wisata lumbok resort danau ranau, Kebun Raya Liwa, Danau suoh, temiangan hill, rest area skala brak, hutan pinus dll.
Sumber :
Heru S, N 1998. Kajian Aspek Kegempaan Dalam Mendukung Evaluasi Penataan Ruang Wilayah Liwa Lampung. Majalah BPP teknologi
Informasi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ‐ Stasiun Geofisika Kelas III Kotabumi
https://jelajah.kompas.id/ekspedisi-cincin-api/baca/hidup-dan-maut-bertaut-erat-di-liwa/ diakses 15 Juni 2022
https://news.act.id/berita/mengenal-gempa-liwa-15-februari-1994-yang-hampir-ratakan-semua-bangunan diakses 15 Juni 2022
https://nasyitha.com/wisata-lampung-barat/ diakses 15 juni 2022
Gambar :
Tulis Komentar
Comments (1)
Pada 24 Juni 1933 terjadi gempa berkekuatan sekitar 7,5 SR yang berpengaruh dari Utara Lembah Suoh sampai ke perbatasan Bengkulu sepanjang kurang lebih 100 km. Tidak banyak yang tahu kejadian gempa 1933 ini karena memang keadaan Indonesia belum merdeka seperti sekarang. Tidak ada Badan Geologi, Peneliti maupun pemerintahan yang sah. https://salsawisata.com/tempat-wisata-lampung/